Surat Gembala Natal 2016 Uskup Ruteng

Imanuel, Allah beserta kita.” (Mat 1:23)

Para imam, biarawan/wati dan umat beriman yang dikasihi Tuhan,
Perayaan natal selalu menyentuh lubuk hati kita yang paling dalam, sebab dalam diri sang bayi natal, Allah sendiri lahir dalam diri kita dan ingin terlibat dalam suka duka hidup manusia. Dalam diri sang bayi Yesus, Allah tidak hanya agung dan kuat tetapi juga kecil dan lemah untuk berbela rasa dengan kita dalam segala kerapuhan dan kelemahan manusiawi. Allah yang kekal memasuki kehidupan dunia kita yang fana untuk menuntun kita menuju kepenuhan hidup surgawi. Dalam perayaan natal, Allah datang melawati umat-Nya. Dia ingin berjumpa dengan kita dalam kehidupan keluarga, KBG, stasi dan paroki. Dia adalah Imanuel, Allah beserta kita.
Perjumpaan dengan Allah yang penuh belas kasih dalam peristiwa natal inilah yang juga kita rayakan terus menerus dalam perayaan liturgi Gereja. Dalam perayaan ekaristi dan sakramen lainnya, dalam berbagai ibadat pemberkatan, dan dalam aneka doa devosional, kita mengalami kehadiran Allah yang menyelamatkan dan membebaskan hidup kita. Sekaligus dalam perayaan liturgi itu, seluruh pergulatan hidup harian kita, semua kegiatan gerejawi lainnya mencapai puncaknya dalam perjumpaan dengan Allah. Karena itulah menurut Konsili Vatikan II, liturgi merupakan puncak dan sumber kehidupan umat beriman (SC 10).
Dalam tahun 2016 ini, Gereja Keuskupan Ruteng telah berupaya agar liturgi sungguh menjadi puncak kehidupan umat beriman dan sumber kerahiman ilahi. Implementasi Sinode III dalam tahun liturgi 2016 bertujuan agar kita semakin merasakan kehadiran Allah yang maha rahim dalam perayaan liturgi dan dalam hidup sehari-hari. Berbagai kegiatan yang telah kita lakukan seperti misa kerahiman dan perayaan sakramen tobat menuntun kita untuk sungguh merasakan kebaikan dan pengampunan Allah yang selalu memberikan kita masa depan yang baru. Penghidupan kembali kebiasaan doa angelus, ziarah dan penggalakan adorasi sakramen mahakudus di paroki mendorong umat untuk merasakan cinta ilahi melalui misteri inkarnasi dan roti ekaristi. Kegiatan rekoleksi dan katekese umat menjadi kesempatan berahmat untuk membagikan pengalaman iman akan Allah yang berbelas kasih dalam hidup ini. Selanjutnya kerahiman Allah mesti dipancarkan dalam kehidupan bersama, seperti yang disimbolkan oleh gambar Yesus dengan hati yang memancarkan sinar kerahiman. Itulah yang telah kita wujudkan dalam pelbagai aksi sosial karitatif, pengumpulan kolekte kerahiman dan penghapusan kewajiban keuangan tertentu di paroki bagi keluarga yang miskin dan berkekurangan.

Para imam, biarawan/wati dan umat beriman yang dikasihi Tuhan,
Gerakan implementasi Sinode III dalam tahun liturgi 2016 akan kita lanjutkan pada tahun 2017 dengan memusatkan diri pada bidang pewartaan. Perjumpaan dengan Allah yang kita rayakan dalam liturgi, perlu diwartakan, agar semakin banyak orang mengenal dan mengalami bahwa Kristuslah, jalan, kebenaran dan kehidupan (Yoh 14:6). Dalam karya pewartaan, kita turut terlibat dalam karya Yesus, yang melukiskan perutusan diri-Nya berikut ini: : “Saya harus mewartakan kabar gembira Kerajaan Allah … Untuk itulah Aku diutus” (Luk. 4:43). Jadi, pewartaan melekat dalam jati diri kita sebagai umat Allah. Gereja hadir untuk mewartakan. Itu berarti Gereja mesti menjadi Gereja dengan “pintu-pintu terbuka”, Gereja misionaris, yang selalu “bergerak keluar” untuk memperkenalkan Yesus sebagai “sukacita Injili” kepada semua orang, terutama orang-orang kecil dan sederhana (bdk. EG 46). Dalam tahun pewartaan ini, kita ingin semakin menjadi keuskupan yang misioner, yang tanpa kenal lelah berjalan dari kampung ke kampung, dari kota ke kota untuk mewartakan Kristus, karena sesungguhnya hanya di dalam Kristuslah manusia memperoleh kepenuhan hidupnya yang sejati. Marilah kita bersama menjawabi ajakan Paus Fransiskus: “Marilah kita bergerak keluar, marilah kita bergerak keluar menawarkan kepada setiap orang hidup Yesus Kristus” (EG 49).
Sinode III mengajak kita untuk memusatkan pewartaan Gereja pada misteri pribadi Yesus Kristus. Paus Benediktus XVI menegaskan bahwa kita percaya bukan kepada sebuah sistem pengajaran, tetapi kepada pribadi Yesus Kristus (PF, 13). Karena itu isi pewartaan Gereja bukanlah pertama-tama teori atau doktrin tentang Allah, tetapi peristiwa-peristiwa agung yang dikerjakan Allah dalam diri Kristus. Surat pertama Rasul Petrus menjelaskan hal itu demikian: “kamulah bangsa yang terpilih….umat kepunyaan Allah sendiri supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib” (1 Ptr. 2:9; bdk. Kis 2:11). Kita mesti mewartakan perbuatan-perbuatan besar Allah yang tampak dalam seluruh peristiwa Yesus Kristus mulai dari kelahiran, hidup dan karyaNya, salib, kematian dan kebangkitanNya yang mulia. Karena itu dalam tahun pewartaan 2017, kami mengajak semua imam, biarawan/wati, katekis dan guru agama agar sungguh-sungguh menjadikan pribadi Yesus Kristus dan peristiwa-peristiwa hidup-Nya menjadi pusat pewartaan dalam kotbah, katekese maupun pelajaran agama. Demikian pula kami menghimbau para orang tua dan keluarga katolik agar sungguh mendidik anak-anak sedemikian agar mereka semakin memahami, mengenal dan mencintai Yesus Kristus dalam kehidupannya.

Para imam, biarawan/wati dan umat beriman yang dikasihi Tuhan,
Selain berpusat pada Kristus, Sinode III menegaskan pentingnya pewartaan Gereja yang menyapa manusia dalam segala situasi hidupnya yang konkret. Sebagaimana dalam peristiwa natal, Allah dalam diri PutraNya Yesus Kristus telah menerima dunia dan kemanusiaan secara konkret ragawi, demikian pula bagi Gereja, manusia dan segala pergulatan hidupnya menjadi medan pastoral, medan pewartaan. Karena itu, sungguh tidak kristiani bila orang hidup dalam tembok kenyamanan dirinya dan tertutup terhadap suka dan duka manusia dalam hidup sehari-hari. Tugas Gereja dewasa ini adalah mewartakan kehadiran Allah dalam seluruh diri manusia dengan segala aspeknya baik rohani maupun jasmani. Melalui kegiatan penggandaan roti, perjamuan dan penyembuhan orang sakit Yesus membebaskan manusia dari penderitaan fisik dan rohani. Dia datang supaya seluruh diri manusia itu hidup dan mempunyainya dalam kelimpahan (Yoh. 10:10). Yesus juga tidak hanya menjanjikan keselamatan di masa depan dalam dunia akhirat, tetapi mulai mewujudkan keselamatan itu dalam kehidupan nyata di tengah dunia sekarang ini (bdk. Mat. 12:27). Maka manusia utuh dengan jiwa dan badan, dengan segala kerinduan surgawi dan pergulatan duniawi itulah yang menjadi fokus dan locus pewartaan. Menurut Paus Paulus VI evangelisasi mesti menyapa diri manusia yang utuh dan menyeluruh serta memperbarui dan menyempurnakan kemanusiaan itu seturut jati diri Yesus Kristus (EN 19).
Oleh sebab itu dalam tahun pewartaan 2017, kita mesti semakin mengembangkan pewartaan kontekstual, yang menyapa manusia dalam perjuangan dan pergumulan hidupnya yang konkret. Paroki-paroki dan lembaga-lembaga perlu mengupayakan kotbah, katekese, rekoleksi dan retret tentang tema-tema sosial, ekonomis, politis, kultural dan ekologis. Senada dengan gerakan Gereja Indonesia seperti diputuskan dalam pertemuan para uskup dalam sidang KWI bulan November 2016, kita dipanggil untuk terlibat sungguh dalam membangun keadilan, kesejahteraan dan perdamaian bangsa Indonesia terutama melalui gerakan anti korupsi. Demikian pula selaras dengan hasil Sinode III, kita terus mengembangkan gerakan pertanian organik, koperasi, kesehatan masyarakat, pariwisata yang melindungi masyarakat dan budaya lokal, penguatan ketangguhan keluarga migran, kesetaraan pria dan wanita, komunikasi dan relasi keluarga yang harmonis, persekutuan kaum muda, remaja dan anak yang kreatif serta gerakan ekologis menuju keutuhan ciptaan.

p

Para imam, biarawan/wati dan umat beriman yang dikasihi Tuhan,
Pewartaan yang kontekstual tampak pula dalam penggunaan media komunikasi modern baik media cetak maupun elektronik. Dalam zaman ini dunia kehidupan kita semakin dikuasai oleh media sosial berkat kemajuan pesat di bidang teknologi HP dan internet. Namun hendaklah kita menyadari bahwa media sosial memiliki sisi positif dan negatif. Di satu pihak, ia mempersatukan manusia sejagat dan menjadi sumber utama informasi, pendidikan, dan inspirasi. Kita menyaksikan bagaimana media sosial secara khusus sangat berperanan dalam dunia pergaulan kaum muda dewasa ini. Bahkan media sosial telah menjadi budaya kaum muda. Peluang inilah yang perlu ditangkap dan dimanfaatkan oleh Gereja. Karena itu kami mengajak para imam dan pelayan pastoral lainnya serta seluruh umat untuk menggunakan HP, facebook, whatsapp, twitter, line, dll sebagai sarana untuk mewartakan nilai-nilai iman dan moral. Sebarluaskanlah melalui media sosial teks Kitab Suci yang menyentuh, renungan harian yang menyapa, cerita bermakna dan gambar yang inspiratif, serta pelbagai informasi dan pesan kemanusiaan dan ekologis.
Namun kita perlu pula mengingat bahwa media sosial dapat berdampak negatif bagi manusia ketika ia menjadi sarana materialistis dan egoistis. Banyak orang yang terbius oleh gaya hidup konsumptif yang ditawarkan oleh media sosial. Demikian pula generasi muda terancam akhlaknya oleh penyebarluasan pornografi melalui internet dan HP. Tidak jarang pula media sosial digunakan untuk menghina orang lain dan menjadi media pengumbar kebencian dan konflik dalam masyarakat. Media sosial juga dapat mengikat seseorang menjadi asosial dan hanya bergaul anonim dengan manusia lain. Relasi personal dan kunjungan keluarga, lejong dalam budaya Manggarai semakin berkurang akibat media sosial. Oleh karena itu kami mengajak seluruh umat untuk menggunakan media sosial secara kritis dan selektif. Keluarga dan sekolah hendaknya mengontrol dan membatasi penggunaan internet dan HP bagi anak-anak, remaja dan kaum muda. Waktu-waktu istimewa dalam keluarga seperti berdoa bersama, makan bersama, syering dan diskusi bersama hendaknya tidak diganggu oleh ‘kutak-katik’ HP dan internet.
Para imam, biarawan/wati dan umat beriman yang dikasihi Tuhan,
Pewartaan bukanlah hanya tugas imam, katekis dan guru agama tetapi juga menjadi tanggung jawab semua orang beriman Kristiani. Ingatlah kata-kata rasul Paulus: “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (1 Kor. 9:16). Berkat pembaptisan, semua umat beriman dipanggil oleh Kristus untuk menjadi pewarta injil. Tidak boleh ada yang berpangku tangan dan hanya menjadi penonton dan pendengar. Pengalaman perjumpaan dengan Yesus Kristus harus dibagikan. Kita semua diutus menjadi misionaris-misionaris dalam kehidupan sehari-hari untuk mewartakan kabar suka cita. Dalam konteks dunia sekular dewasa ini, pewarta-pewarta awam hendaknya berdiri di garda terdepan untuk menggemakan pesan Injil dalam pergumulan konkret kehidupan sehari-hari.
Oleh sebab itu kami mengajak keluarga-keluarga untuk membaca dan merenungkan Kitab Suci dalam doa malam keluarga setiap hari. Marilah dalam tahun pewartaan 2017, kita mewujudkan gerakan satu keluarga Katolik satu Kitab Suci dan juga gerakan satu KBG satu Kitab Suci Perjanjian Baru Bahasa Manggarai. Marilah kita menyelipkan dan merenungkan teks Kitab Suci dalam kegiatan doa, katekese maupun pelbagai kegiatan umat lainnya. Kami juga mengajak sekolah-sekolah untuk mewartakan Sabda Allah bagi anak-anak didik melalui kegiatan membaca dan merenungkan teks Kitab Suci harian yang inspiratif. Ikutilah pula pelbagai lomba kuis, lektor, narasi, puisi, nyanyian, menggambar dan dramatisasi Kitab Suci. Sekolah-sekolah hendaknya juga mengadakan rekoleksi dan retret bagi anak-anak didik agar mereka memiliki saat-saat ‘teduh’ dan tenang untuk merenungkan dan meresapi Sabda Allah. Selain itu kami juga menghimbau agar Sabda Allah bergema di kantor-kantor dan tempat kerja lainnya. Dalam kesibukan kerja, biarkanlah diri sejenak bersama Sabda Allah untuk menimba kekuatan dan inspirasi.
Kami ingin menegaskan bahwa paroki-paroki, komunitas-komunitas dan lembaga-lembaga Gereja Keuskupan Ruteng, wajib melaksanakan berbagai program pastoral dalam tahun pewartaan 2017 sebagai implementasi Sinode III pada tahun ke II. Jadikanlah momentum tahun pewartaan 2017 sebagai kesempatan berahmat untuk meningkatkan kerasulan Kitab Suci, menggiatkan katekese sakramen dan katekese umat, membangun kerasulan media sosial, dan menggalakkan pelatihan-pelatihan pastoral. Siapkanlah dana yang cukup dalam anggaran paroki dan lembaga untuk mendukung keterlaksanaan program-program pastoral pewartaan. Kami juga mengajak semua komunitas basis gereja, kelompok rohani, biara-biara, kelompok OMK dan sekami untuk terlibat sungguh dalam kegiatan-kegiatan dalam tahun pewartaan. Hanya dalam komitmen persaudaraan dan gerakan bersama, masing-masing kita dapat mewujudkan tujuan tahun pewartaan 2017, agar “Sabda Allah menjadi pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku” (Mzm 119:105).
Akhirnya kami juga menghimbau paroki, lembaga dan seluruh umat untuk merayakan kelahiran Sang Sabda dengan penuh kegembiraan dan kedamaian. Rawatlah dan kembangkanlah tradisi yang baik di Keuskupan kita untuk merayakan natal dengan liturgi Gereja yang meriah, suasana lingkungan dengan lampu dan pohon natal yang indah, situasi keluarga yang damai serta kunjungan salam natal kepada tetangga dan keluarga besar. Janganlah lupa pula untuk membagi-bagikan damai dan sukacita natal bagi saudara/i kita yang miskin, sakit dan menderita. Dalam semangat kasih keibuan Bunda Maria, yang menjadi kenisah Sang Sabda yang menjadi manusia, kami mengucapkan: Selamat merayakan pesta natal 2016 dan bahagia tahun baru 2017.

Ruteng, 1 Desember 2016
Uskupmu,

Mgr. Hubert Leteng

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *