Bahaya Pimpinan Loyo Dan Sontoloyo

Oleh: Waldus Budiman
Mahasiswa STFK Ledalero

Dalam tulisan ini penulis memfokuskan diri pada dua tipe pemimpin. Yaitu pemimpi loyo dan pemimpin sontoloyo. Tipe pemimpim ini yang menjadi penghambat roda pemerintahan, bahkan mengaburkan keperintahan itu sendiri.

Berbicara tentang pemimpin merupakan berbicara tentang pribadi. Pemimpin atau pribadi acap kali disebut sebagai kepala. Sebutan ini mengartikan bahwa kedudukan seorang pemimpin berada di atas yang lain. Sebagai kepala, dia harus mampu mengatur organ yang lain berdasarkan kemampuan yang kreatif, inovatif dan kompetitif. Dalam tubuh manusia kepala merupakan bagian yang mengontrol dan mengendalikan organ tubuh yang lain. Sementara dalam kontek pemerintahan, kepala merupakan pusat sebuah sistem  kepemerintahan.

Tulisan ini bertitik tolak pada substansi seorang  pemimpin yang memimpin suatu daerah. Sebagai seorang pemimpin dia memiliki daya serta potensi dalam mengatur daerahnya. Daya dan potensi tersebut adalah rahmat yang harus dimiliki oleh pemimpin. Tugas seorang pemimpin adalah membantu dalam memanajemen seluruh roda kepemerintahan dalam wilayah kekuasaannya. Dengan demikian, seorang pemimpin memafaatkan sekaligus meperdayakan daya dan potensi ini dalam dirinya. Tugas ini pun bermaksud untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dalam mengayomi serta merangkul  masyarakat untuk berpartisipasi aktif.

Di lain hal, seorang pemimpin merupakan pelayan sekaligus wakil rakyat. Sebagai pelayan dia harus mampu melayani dengan penuh tanggungjawab. Konotasi pemimpin sebagai pelayan merupakan hakekat  diri yang mampu memberikan kontribusi-kontribusi bagi perkembangan daerahnya. Seorang pemimpin  juga harus menumbuhkkembangkan rasa kredibilitas yang masif. Karena itu, realisasi dari konsep kepercayan ini  bukan hanya pada tataran empiris tatapi harus berbasis mormatif. Artinya, dalam diri seorang pemimpin ada norma-norma yang menjadi kompas untuk mengkawal wilayah kekuasaanya. Norma ini membantu untuk mempertanggungjawab kepercayaan rakyat. Seorang pemimpin juga harus mempunyai out line serta kompas dalam menjalankan keperintahanya.

Dalam tulisan ini penulis memfokuskan diri pada dua tipe pemimpin. Yaitu pemimpi loyo dan pemimpin sontoloyo. Tipe pemimpim ini yang menjadi penghambat roda pemerintahan, bahkan mengaburkan keperintahan itu sendiri.

Pemimpin loyo  dan sontoloyo
p

Dalam KUBI kata loyo diartikan sebagai “kelihatan yang tidak bertenaga, seperti orang yang letih dan lesu”. Dari arti kata, sangat jelas konotasinya negativ. Sedangkan Sontoloyo diartikan sebagai “tidak baik,  jelek dan konyol”. Keduanya bermakna negative.  Jika kata ini dikorelasikan dengan kata pemimpin, maka artinya demikian. Pemimpin loyo adalah seorang pemimpin yang mengetahui apa yang harus dibuat tapi kelihatanya lamban atau tidak peka, kurang berinisiatif. Mempunyai pengetahuan yang cukup sebagai seorang pemimpin tetapi tidak mempunyai kepekaan dan kreatif sebagai pemimpin. Sedangkan Pemimpin sontoloyo adalah, pemimpin yang tidak mempunyai pengetahuan lebih, tetapi menganggap diri tau banyak. Sangat disayangkan bila pemimpin menganggap diri lebih bisa dari yang lain. Fakta ini merupakan suatu modus. Yang mana dalam dirinya tidak memiliki kategori seorang pemimpin. Ketagori itu pun  tampak dari  nihilisme kreatif, artinya tidak ada keseimbangan pikiran antara praksis dengan teoritis.

Tipe kepemimpinan seperti ini pasti tidak diinginkan oleh semua orang. Akan tetapi tidak dapat disangkal pemimpin ini tumbuh melalui rahim politik primodialisme. Yaitu, Politik yang berorientasi rasa kekluargaan, kesukuan dan rasisme. Politik primodialisme mulai menguasai serta merasuki masyarakat NTT. Prinsip kekluargan dijadikan tolok ukur dalam mencalonkan dan memilih seorang pemimpin. Akibatnya, prinsip ini dapat mengabaikan dan mengaburkan integritas dan inovatif seorang pemimpin. Politik primodialisme memperburuk birokrasi kepemerintahan.

Dua tipe pemimpin ini tidak relevan untuk konteks NTT. Ada beberapa hal yang menurut penulis dijadikan pertimbangan. Pertama, NTT adalah provinsi yang mempunyai prestasi luar biasa dalam kemiskinan. Prestasi ini membuat NTT dikenal dan menjadi bahan perbincangan, diskusi dan lain-lain. Amat kontraversi , jika NTT dipimpin oleh pemimpin seperti ini. Otomatis memperburuk dan menaikan prestasi kemiskinannya. Kedua, NTT juga dikenal dengan korupsi. Jika pemimpin yang loyo dan sontoloyo  memimpin provinsi ini, budaya korupsi menguasai birokrasi-birokrasi. Ketiga, NTT dikenal dan menjadi incaran korporasi. Hal ini sangat berbahaya dengan kemiskinan yang ada. NTT dikenal dengan kekayaan alam yang masish perawan. Kekayaan ini merupakan incaran utama korporasi. Dengan berbagai macam cara korporasi mampu melumpuhkan pemerintah. Pertambangan di mana-mana, penderitan rakyat terus meningkat. NTT harus mengubah sistem berpikir.

DAMPAK BAGI PEMERINTAHAN.

Dua tipe kepemimpinan yang dijelaskan di atas tidak relevan untuk konteks Indonesia terlebih khusus NT. Hal ini bergantung pada kejeliaan masyarakat dalam memilih seorang pemimpin. Kejelian ini betalian dengan pola pikir yang lama. Masyarakat cendrung berpikir jangka pendek. Melihat segala sesuatu konteks hari ini. Tampa ada pertimbangan lanjut. Justru hal ini, mempersubur politik primodialisme. Keperintahan terancam bahkan suatu saat menjadi hancur. Masayarakat bertambah miskin dan sengsara. Pemimpim yang loyo dan sontoloyo adalah bahaya besar dalam kepemimpinan. Masyarakat perlu waspada dalam memilih. Sekaligus berpastisipasi dan menjadi monitor keberlangsung jalanya pemerintahan tersebut.

* * *

  • Redaksi Tidak Betanggung Jawab Atas Segala Dampak Dan Akibat Dari Diterbitkannya Tulisan Ini.
  • Tanggung Jawab Atas Diterbitkannya Tulisan Ini Sepenuhnya Menjadi Tanggung Jawab Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *