


OLEH: seris kasma
Dalam peraturan menteri dalm negri no 112 pasal 48 huruf (a) dan (b) jelas disebutkan bahwa biaya pemilihan kepala desa(pilkades)dibebakan kepada Anggaran pendapatan dan perbelanjaan daerah kabupaten,kota meskipun hanya khusu dalam proses pemungutan suara berlangsung,dan sisanya akan dibantu secarah ramai oleh masyarakt umum,,atau biar jangan ada beban kepada msyarakt maka bisa juga dianggarkan dari Anggaran Perbelanjan Desa(APBD).
Sejatinya Desa adalah miniatur Negara. Dalam bahasa penelitian (research), Desa merupakan sample atau contoh riil bagi kita dalam rangka menilai, praktek demokrasi di Negri ini. Pemilihan kepala Desa (pilkades)adalah cerminan nyata dari mana dan bagai mana sesungguhnya pemilihan dari tingkat yg lebih tinggi seperti, pilkada, pemilihan legislatif, hingga pemilihan presiden. Jika kita telaah lebih dalam, sebenarnya proses demokrasi di negri ini masih jauh dari yang sebenarnya. Mari kita belajar dari proses demokrasi pemilihan kepala Desa dalam beberapa bulan mendatang. Desa watu pari,kecamatan kota komba utara, kabupaten Manggarai Timur akan melaksankan pesta demorasi akbar,yakni pemilihan kepala desa(Pikades)sesuai dengan amanah undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
Secarah spesifik pemilihan kepalah desa(pilkades) diatur dalam undang undang nomor 43 tahun 2014 dan dijabarkan melalui peratauran menteri dalam negeri nomor 112 tahun 2014.
Dalam peraktek demoksi yg sering kita jumapai dan yang paling pertama adalah “politik”dimana bahwa siapapun dia yang ingin mencalonkan diri menjadi kepla desa maka dia harus berhak untuk memenuhi setiap dan semua peraturan- praturan yang ditetapkan oleh panitia sebagai syarat utama. selain itu, harus merobek saku lebih dalm, karena disana akan di butuhkn biaya untuk sosialisas dan biaya finansial lainya yg sudah ditetapkn oleh tim panitia sebelumnya.
Namun jika setip calon kepla desa sudah dituntut untuk mengeluarkn modal tinggi maka,yang terjadi disini adalh “Logika Ekonomi”.
Dimana jika terpilih menjadi kepala desa maka yang dipikirkn bukan untuk mensejahterahkan rakya serta membangun desa agar lebih maju ,tetapi memikirkan bagai mana cara untuk mengembalikan modal yang sudah di kuras di masa prapemilu, dan inilah salah satu faktor yang menyebkan tumbuh suburnya Korupsi di negri ini.
Seharusnya untuk menjaring calon yang berkualitas,berintegritas,dan penuh semangat dalam membangun desa maka semua beban yang berkaitan dengan finansial pilkades dibebankan kepada masyarakat umum dan di bantuh oleh pemerintah daerah.
Dalam peraturan menteri dalm negri no 112 pasal 48 huruf (a) dan (b) jelas disebutkan bahwa biaya pemilihan kepala desa(pilkades)dibebakan kepada Anggaran pendapatan dan perbelanjaan daerah kabupaten,kota meskipun hanya khusu dalam proses pemungutan suara berlangsung,dan sisanya akan dibantu secarah ramai oleh masyarakt umum,,atau biar jangan ada beban kepada msyarakt maka bisa juga dianggarkan dari Anggaran Perbelanjan Desa(APBD).
Maka dari itu, bakal calon yang tidak bermodal tetapi berkualitas,bisa ikut berkompetisi dalm pemilihan Kepala Desa tersebut. Juga “logika balik modal”dapat di hindari. Maka dari itu jika masyarakt sudah membiayai proses demorasi maka,jika nanti menjabat sebagai kepla desa harus memiliki BEBAN MORAL yang tinggi dalam pelanyana masyarakt. Namun,,,,,,oh,,,,,,namun Hajatan demokrasi dari tingkat desa hingga level nasional selalu saja mengajarkan masyarak untuk berpolitik “pragmatis”.
Satu harapan saya semoga didesa kecil ku yang jauh dari keramain dunia politik, tidak ada lagi yang namanya intimidasi, pemaksaan hak pilih, serangan fajar,apalaagi pembagian amplop putih secara terbuka,kemudian semoga semua rangkaian demoksari yg akan berlangsung nanti dapat berjalan dengan sejutah rasa damai, cinta, dan kasih,serta dewasa dan selalu mengedepan kan persaudaan diatas segalanya.
Karena setelah kita melihat dari ke-5 figur sementara yakni bapak wofgang jastar nama, bapak boni gatang, bapak yohanes halimin, bapak servolus sakang ,dan bapak yoakim mbua.
Mereka semua adalah putra terbaik watu pari yang tentunya bukan orang lain,tetapi masih bernaung dibawa rindangnya pohon bringin galong, dan hijaunya alang alang di permukaan “golo Munde”jangan ada perpecahaan diantara kita,tetap berpegang teguh pada rasa kekeluargaan kita karna kita tahu bahwa politik itu adalah sebuah seni berkarya dalam berdemokrasi, tetap menonjolkan moral kekeluargaan kita.
Satu pesan singkat dari penulis untuk ke-5 kandidat diatas agar jika terpilih di pemilu nanti,tatplah konsekuen, kreatif, bijaksana, motifator,menyeluru, Salam hangat dari tanah perantauan untuk Ende,ema ,ase kae,weta nara,kesa eja,serta seluruh kluarga besar watu pari umumnya,semoga kita semua diberkati dia yg empunya kerajaan surga,SEMOGA // Editor: tonny-FE

* * *
- Redaksi Tidak Betanggung Jawab Atas Segala Dampak Dan Akibat Dari Diterbitkannya Tulisan Ini.
- Tanggung Jawab Atas Diterbitkannya Tulisan Ini Sepenuhnya Menjadi Tanggung Jawab Penulis

