


Berbicara mengenai potensi minat dan bakat dalam bidang seni yang dimiliki oleh putra putri Manggarai nampaknya tidak akan pernah ada habisnya. Berbagai macam cara dilakukan oleh para generasi muda dalam bidang seni untuk mengangkat nama Manggarai, seperti yang dilakukan oleh Gregorius S.M. Tagur.
Di kalangan teman-teman sepermainannya Gregorius akrab disapa Etto. Etto merupakan anak kedua dari pasangan suami istri Kristianus Tagur (Alm) dan Maria Fatimah Juwarni. Etto memiliki dua orang saudari yang bernama Mectildis Alfiani Tgur dan Alfonsia Marcelita Tagur. Etto dikenal memiliki segudang prestasi dalam dunia seni, seperti dalam seni tarik suara, seni tari, dan seni drama.
Pada awalnya pria kelahiran 3 September 1996 ini sama sekali tidak menyadari bahwa ada bakat seni yang mengalir dalam darahnya. Kehidupannya yang berada di tengah keluarga yang aktif dalam paduan suara Gereja di lingkungan tempat tinggalnya perlahan mempengaruhi dirinya untuk terjun lebih jauh dalam dunia seni. Sejak kelas 4 SD, Etto sudah diperkenalkan dalam dunia seni dan pada saat itu ia dipercaya untuk memimpin paduan suara (koor) di sekolahnya. Dalam perjalanan selanjutnya, pria yang menempuh pendidikan dasar di SDK Cunca Lawir ini tidak hanya menjadi dirgen sebuah paduan suara, ia diberikan kepercayaan untuk menjadi lector dan pembaca mazmur di Gereja. Masih di bangku kelas 6 sekolah dasar, Etto pernah mengikuti kontes bernyanyi bertajuk Ruteng Idol yang pada saat itu salah satu tim jurinya adalah penyanyi top di Indonesia Judika. Alhasil Etto meraih juara ketiga pada ajang bergengsi tersebut.
Sebagai seorang mahasiswa, Etto memberikan sepenggal kalimat yang dapat dijadikan motivasi untuk generasi muda, “terkadang orang pintar bisa dikalahkan oleh orang berani

Namun sebagai manusia yang tidak pernah puas akan pencapainnya, perjalanan Etto dalam dunia seni masih berlanjut ketika ia duduk di bangku SMP. Ketika itu Etto masuk ke salah satu SMP swasta di Ruteng, yaitu SMPK St. Fransiskus Xaverius. Dibawah bimbingan gurunya bapak Hilarius Niron dan ibu Kristina Ganggur, Etto mengikuti kompetisi Pekan Seni Remaja dan meraih juara dua. Setelah itu, Etto tetap aktif dalam kelompok paduan suaranya.
Cerita yang sedikit berbeda terjadi semasa Etto SMA, dimana pada saat itu SMAN 1 Langke Rembong tempat ia bersekolah kurang mengedepankan sisi minat dan bakat dari siswanya. Hal ini praktis membuat Etto menjalani talenta yang ia miliki melalui wadah paduan suara. Tercatat Etto tergabung dalam dua paduan suara, yaitu : Ruteng Madrigal Singer dibawah pimpinan Pater Piet Pedo Neo,SVD dan Cantate Domino yang berbasis di Gereja St. Vitalis, Cewonikit Ruteng.
Cerita manis perjalanan dalam mengasah talenta yang dimiliki Etto berawal ketika ia memutuskan melanjutkan pendidikannya di Pulau Dewata Bali. Terinspirasi dari sang kakak, ditambah motivasi oleh kedua orang tuanya, Etto memutuskan untuk masuk Institut Seni Indonesia Bali (ISI-Bali) mengambil jurusan Seni Drama Tari dan Musik (SENDRATASIK), Fakultas Seni Pertunujukkan. Walaupun harus sedikit tertatih akibat kepergian sang ayahanda menghadap sang pencipta, tapi dengan tekat yang bulat Etto tetap berjuang demi meraih cita-citanya. Perjalanan panjang Etto di Pulau Dewata dimulai ketika ia bergabung dengan salah satu komunitas seni vocal Voice Of Bali pada tahun 2014. Dalam komunitas ini, Etto bertemu dengan orang-orang dari berbagai penjuru di Indonesia. Karena dikenal sebagai pribadi yang ramah dan rendah hati serta memiliki kemampuan olah vocal yang mumpuni, tak jarang Etto diajak oleh beberapa orang temannya di Voice Of Bali untuk menyumbang suara emasnya pada event-event wedding. Dari event-event tersebut Etto memperoleh sedikit rupiah untuk memenuhi kebutuhannya di Bali.
Puncak keberhasilan Etto dalam dunia seni dimulai ketika pada tahun 2015 dirinya dipercayai oleh Pemerintah Provinsi Bali untuk mewakili Bali pada ajang Gita Bahana Nusantara di Istana Kepresidenan tanggal 17 Agustus 2015. Di Jakarta ia bergabung bersama utusan dari 33 provinsi lainnya di Indonesia. Walaupun terpilih sebagai wakil dari Provinsi Bali, akan tetapi pada saat itu Etto merasakan pemerintah setempat kurang memberi dukungan terhadap dirinya. Pemerintah Bali diketahui hanya menanggung tiket transportnya saja, sementara keperluan Etto selama di Jakarta harus ia penuhi sendiri ditambah dari hasil patungan teman-temannya di Voice Of Bali. Namun hal ini tidak menjadi sebuah masalah besar bagi dirinya.
Tahun keberuntungan Etto nampaknya terjadi di tahun 2016. Pada tahun ini lagi-lagi mahasiswa ISI-Bali ini mengikuti kompetisi vocal bersama group paduan suara dari Voice Of Bali yang kali ini berlokasi di Thailand. Pada event akbar yang bertajuk 1st Laana Intenational Choir Competition ini, Etto dan Voice Of Bali meraih dua medali emas dari kategori Mix Choir dan Folklor. Tidak hanya gelar berkelompok, gelar pribadinya di tahun ini pun ia raih dari ajang Bintang Radio Bali yang diselenggarakan oleh Radio Republik Indonesia (RRI-Bali) dan kali ini dia meraih juara ketiga. Pada bulan Oktober 2017 yang akan datang, sekali lagi Etto bersama Voice Of Bali akan terbang menuju tanah Catalan, Barcelona untuk mengikuti kompetisi paduan suara.
Tidak hanya dalam dunia tarik suara ia memiliki prestasi. Di tahun 2016 sendiri Etto tercatat tiga kali tampil sebagai figure dalam sebah pementasan drama musical yang diselenggarakan di kampus maupun di luar kampus. Pada penampilan pertamanya, ia didaulat menjadi figure Captain Hook dalam drama musical berjudul Peterpan di event Soundwave Paradise. Etto sukses menjalankan perannya dengan baik dibawah arahan maestro opera Bali, ibu Henny Janawati. Masih di tahun yang sama, ia ikut dalam pementasan drama musical pertama hasil produksi ISI-Bali yang berjudul Ni Diah Tantri. Pementasan yang kali ini menjadi salah satu paket acara dalam event Bali Mahalanga ini menceritakan kehidupan kerajaan masa lampau di Bali dan kali ini Etto dipercayai menjadi sang Patih kerajaan.
Namun, dari sekian banyak prestasi yang diraihnya, hal yang sangat berkesan bagi Etto adalah keberhasilan dirinya dalam mengangkat salah satu cerita rakyat Manggarai dalam sebuah pertunjukkan drama musical di kampusnya. Cerita yang diambil adalah cerita tentang figure si Pondik yang memiliki karakter malas dan urak-urakan. Drama musikalnya kali ini mengundang simpatik dari kalangan dosen dan teman-temannya. Ia mengakui bahwa dirinya sangat bangga mengangkat cerita rakyat Manggarai yang akhir-akhir ini sudah mulai hilang akibat perkembangan zaman.
Sebagai seorang mahasiswa, Etto memberikan sepenggal kalimat yang dapat dijadikan motivasi untuk generasi muda, “terkadang orang pintar bisa dikalahkan oleh orang berani.” Disini ia menghimbau kepada generasi muda agar jangan hanya mengejar untuk menjadi orang pintar. Jadilah orang berani, orang yang berani memperjuangkan apa yang diyakininya dan orang yang berani memperjuangkan apa yang dimilikinya (bakat). Untuk orang tua dan pemerintah di Manggarai Etto memberi saran agar jangan takut jika anaknya ingin memperdalam pengetahuan dalam bidang seni. Seni yang sebenarnya bukanlah sekedar hiburan semata. Segi dalam akademik terdiri dari berbagai macam komponen yang suatu saat dapat berguna bagi kehidupan generasi muda di masa yang akan datang. Untuk pemerintah agar sebanyak-banyaknya menyiapkan wadah bagi generasi muda untuk menuangkan segala macam ide dan kreatifitasnya. (Adi-FE)

