Aleta Baun: Wanita Hebat Dari Nusa Tenggara Timur

Pembuktian bahwa wanita mampu untuk menjadi orang yang berpengaruh di tengah-tengah masyarakat nampaknya telah berhasil dilakukan oleh Aleta Baun. Aleta Baun merupakan perempuan asal Nusa Tenggara Timur yang lahir pada tanggal 16 Maret 1966 di Lelobatan, Molo, Timor Tengah Selatan. Mama Aleta merupakan salah satu aktivis lingkungan untuk hak-hak masyarakat adat penentang penambangan marmer di Nusa Tenggara Timur.

Perlawanan Mama Aleta terhadap kegiatan penambangan marmer di NTT bermula ketika pada tahun 1980-an pemerintah secara illegal menerbitkan izin untuk melakukan kegiatan pertambangan kepada perusahaan-perusahaan marmer. Setelah izin diberikan oleh pemerintah, perusahaan-perusahaan ini pun memulai kegiatan pertambangan mereka di NTT. Perusahaan-perusahaan ini mulai menambang marmer di kawasan gunung keramat suku Molo. Kegiatan pertambangan yang dilakukan tanpa adanya diskusi dengan masyarakat setempat nampaknya mengakibatkan kerusakan yang sangat parah pada lingkungan di sekitar gunung keramat suku Molo. Alhasil terjadilah penggundulan hutan, tanah longsor, sungai tercemar, yang dimana sumber daya alam tersebut merupakan asset yang sangat berharga bagi masyarakat setempat.

Melihat keadaan yang sedemikian rupa, hati Mama Aleta tergerak dan ia berniat untuk memperbaiki kembali lingkungan alam NTT yang sudah rusak akibat kegiatan pertambangan marmer. Kemudian pada tahun 1990-an Mama Aleta memutuskan untuk melakukan perlawanan terhadap kegiatan penambangan di NTT dengan cara menggalang dukungan masyarakat dari desa ke desa. Selama 11 tahun perjalanannya dalam menggalang dukungan masyarakat, Mama Aleta berada dalam bayang-bayang ancaman pembunuhan dari perusahaan penambangan yang membuat ia sempat lari bersembunyi di hutan.

Puncak perlawanan Mama Aleta terjadi pada tahun 2006. Ketika itu ia berhasil menggalang dukungan dari ratusan warga desa. Tindakan nyata yang mereka lakukan pada waktu itu adalah menenun di depan pintu tambang yang diikuti oleh 150 wanita selama satu tahun. Usaha keras Mama Aleta dan para wanita ini membuahkan hasil, di luar dugaan mereka mendapat banyak dukungan dari masyarakat dalam dan luar negeri. Dengan adanya desakan ini, akhirnya pada tahun 2007 kegiatan penambangan dihentikan dan tahun 2010 perusahaan-perusahaan ini menarik diri dari NTT.

p

Tidak hanya sampai disitu saja usaha yang dilakukan oleh Mama Aleta dalam memperjuangkan lingkungan hidup di wilayah NTT. Pasca kejadian di Molo, Mama Aleta meneruskan perjuangannya ke NTT bagian barat. Disana ia memprogramkan pemetaan hutan tradisional serta menolak segala macam kegiatan pertambangan.

Atas upaya dan kerja kerasnya dalam memperjuangkan dan memelihara lingkungan hidup, pada 15 April 2013 Mama Aleta diundang ke San Fransisco dalam satu upacara khusus untuk menerima penghargaan Goldman Environmental Prize 2013. Goldman Environmental Prize 2013 merupakan hadiah lingkungan hidup yang diberikan setiap tahunnya kepada para pahlawan lingkungan hidup yang mewakili masing-masing enam kawasan besar di dunia. Dan yang mewakili Asia Tenggara saat itu adalah Mama Aleta.

Prestasi yang diraih oleh Mama Aleta dapat membuktikan bahwa kaum perempuan juga bisa merubah dunia dan memperjuangkan dunia. Oleh karena itu, hendaknya segala tindakan yang mengintimidasi kaum wanita saat ini dilenyapkan dari muka bumi. Dan jadikanlah Mama Alenta sebagai sosok yang menginspirasi kerasnya memperjuangkan kehidupan. Saat ini Mama Aleta memasuki babak baru perjuangannya untuk lingkungan dengan menjadi anggota DPRD NTT periode 2014-2019. (Addy-FE)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *